Disebuah desa kecil hiduplah sebuah
keluarga kecil nan sederhana, keluarga itu terdiri atas ayah, ibu, dan dua orang
anak. Keluarga itu sangatlah sederhana
dan bahkan bisa dikatakan sebagai keluarga yang miskin. Mereka
tinggal disebuah rumah gubuk kecil yang hampir rubuh. Bahkan dinding rumah
mereka berdempet dengan dinding rumah tetangganya, sungguh ironis sekali.
Sehari-hari sang ayah bekerja sebagai pemulung, sedangkan sang ibu bekerja
sebagai buruh cuci panggilan, anak pertama bernama Dika dan anak kedua bernama
Fika. Dapat dipastikan keadaan hidup mereka dengan profesi seperti itu bukan?
Sang ayah adalah sosok pekerja keras
dan menyayangi keluarganya, sedangkan sang ibu adalah sosok ibu tangguh dan
juga istri yang berbakti.
Anak pertama keluarga itu adalah Dika. Dika merupakan sosok yang tidak banyak menuntut
dan banyak mengalah, sedangkan Fika adalah anak yang memiliki cita-cita tinggi dan pekerja keras.
Dika mulai bekerja ketika usianya masih belia. Dika bahkan
tak malu melakukan berbagai pekerjaan, baginya yang penting halal. Dika rela
melakukan hal itu asalkan dia mampu mewujudkan keinginan sang adik. Adiknya
sekarang
masih duduk di bangku SMP. Bukannya tidak memahami keadaan keluarganya tetapi Fika
adalah harapan bagi keluarganya. Fika memang bisa dikatakan pandai, keluarganya
berpikir jika dia sampai putus sekolah maka keluarganya tak memiliki harapan
lagi. Oleh karena itulah Dika bekerja membantu orang tuanya supaya dapat
membantu membayar biaya sekolah Fika. Dika rela karena baginya Fika adalah adik
tersayangnya.
Seusainya bersekolah, Fika selalu membantu
ayahnya untuk memilah-milah rosok atau barang-barang bekas. Jika pekerjaan itu sudah selesai ia juga akan membantu
ibunya menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Hal itu Fika lakukan setiap hari supaya
dapat meringankan beban keluarganya. Hidup mereka memanglah
sulit namun mereka tidak pernah mengeluh dan tetap semangat menjalani hidup
yang keras ini. Memang tak disangka dengan keadaan seperti itu orang tua Fika
dapat menyekolahkannya sampai SMP, bahkan untuk makan pun mereka masih sangat
kekurangan. Sebenarnya demi menyekolahkan Fika orang tuanya meminjam uang
kepada bank keliling dan diangsur setiap minggu, namun meski dicicil namun
hutang itu tak
kunjung lunas. Hal itu
jua karena hutang pertama belum lunas keluarganya sudah mengambil hutang lagi karena
memang sekolah membutuhkan banyak biaya. Fika beruntung memiliki orang tua yang
selalu mendukung pendidikannya karena mereka menginginkan anaknya sukses, meski
mereka memeras keringat untuk hal itu. Terlebih sang kakak juga ikut membantu biaya pendidikan Fika. Tetapi
kendati demikian nyatanya masih saja belum bisa mencukupi semuanya.
Kegiatan yang Fika lakukan sepulang sekolah pasti selalu membantu ayahnya
memilih-milih barang bekas
dan tak jarang Fika juga ikut
mulung
di area pasar bersama ayahnya. Fika
tak pernah malu dengan apa yang dilakukannya selagi itu halal dan dapat
meringankan beban kedua orang tuanya
beserta sang kakak. Fika memang tergolong anak yang pandai
dalam kelas dan selalu mendapat
peringkatkan tiga besar di kelasnya.
Sebenarnya ada hal besar yang selalu menjadi harapan Fika namun rasanya hal itu
mustahil untuk diwujudkan yaitu Fika ingin kelak menyandang sebutan MAHASISWA yang pada akhirnya akan menyandang status SARJANA.
Mungkin bagi orang yang mampu harapan itu adalah harapan yang mudah saja digapai
namun tidak dengan Fika. Dia
sadar akan keadaannya
dan dia tidak mau berharap yang muluk-muluk,
dia sudah bersyukur sudah dapat sekolah sampai SMP. Bahkan untuk bermimpi untuk melanjutkan
ke SMA Fika pun tidak berani.
Sebenarnya besar harapan Fika ingin melanjutkan sekolahnya ke SMA setelah lulus
dari SMP. Namun
dia takut untuk bilang kepada kedua orang tuanya karena dia tahu apa yang akan terjadi jika dia bilang ingin melanjutkan sekolah ke SMA. Orang
tuanya pasti akan berhutang lagi hingga hutang mereka semakin bertumpuk karena
hutang yang kemarin saja belum lunas
karena itu Fika tak mengutarakan niatnya.
Pada
saat Fika lulus SMP, kegelisahan Fika
terlihat jelas dan kedua orang tua Fika juga menyadari hal itu.
“Nak, kesini ayah ingin bicara!” ujar Ayah Fika.
“Iya
yah, ada apa?” tanya
Fika
“Nak, kamu ingin melanjutkan sekolahmu ke SMA kan? Kenapa kamu tidak berterus
terang pada ayah nak?” tanya
Ayah Fika
Fika perlahan mulai berkaca-kaca dan
air mata yang sempat ditahannya akhirnya tumpah membasahi pipinya.
“Tidak
ayah, Fika mengerti bagaimana kondisi keluarga kita dan Fika tidak ingin
melanjutkan ke SMA yah!” jawab Fika sambil terisak-isak.
“Kamu
jangan membohongi ayah nak, ayah tahu apa yang kamu pikirkan dan ayah juga bisa melihat keinginan besarmu itu nak.” Ucap
Ayah Fika.
“Maafkan
saya ayah, saya selalu merepotkan ayah dan ibu. Tapi untuk kali ini saya tidak
mau merepotkan kalian,”
jawab Fika
“Justru
kami akan sangat bahagia jika kami dapat mewujudkan harapanmu itu nak, kami
tidak merasa direpotkan.”
Ucap Ayah Fika.
“Tapi
ayah…..” jawab Fika
“Tidak
ada kata tapi nak, kami akan berusaha untuk bisa menyekolahkanmu sampai SMA,
kamu tidak perlu khawatir tentang apapun yang terpenting kamu memiliki niat dan
tekad yang kuat untuk menggapai mimpimu!” ucap Ayah Fika
“Terima
kasih ayah,”
ucap Fika sambil menangis tersedu-sedu.
Kemudian ayahnya memeluk dia
erat-erat dan mengusap rambutnya. Begitulah orang tua, akan memberikan yang
terbaik untuk anaknya meski itu berarti ia akan bekerja lebih keras. Fika
akhirnya mendaftar ke salah satu SMA dan dia pun diterima. Fika sangatlah senang dan bersyukur namun Fika juga tidak
tinggal diam. Setelah
pulang sekolah Fika bekerja di toko hingga pukul 21.00 WIB demi meringankan
beban kedua orang tuanya. Waktu Fika memang habis untuk sekolah dan bekerja
bahkan untuk belajar pun Fika harus pintar-pintar mencari waktu apalagi untuk
bermain tak ada waktu dan tak pernah terpikirkan olehnya.
Memang tiada kata lelah dalam
berjuang, jika ingin sukses maka kita harus berani untuk susah dan berjuang.
Menggapai mimpi bukanlah hal yang mudah, mimpi bukan hanya dalam angan namun
juga harus ada usaha untuk mewujudukannya. Setiap hari tanpa lelah Fika selalu
bekerja setelah pulang sekolah, tiada hari yang tak lelah bagi Fika namun Fika
tak pernah sedikitpun mengeluh apalagi menyalahkan Tuhan.
Fika adalah anak yang ceria, ramah,
dan juga sangat baik hati. Semua gurunya sangat menyukai Fika karena Fika
adalah anak yang cerdas dan juga santun, ditambah dengan kisah perjuangannya
untuk sekolah membuat guru-guru Fika semakin salut dan kagum pada kegigihan
gadis itu. Bahkan Fika juga tak pernah malu meski dia harus memulung juga disaat senggangnya, bukan layaknya
anak-anak lain yang selalu bermain dan bermain disetiap saat mereka.
Fika selalu membantu orang tuanya
bekerja untuk meringankan beban dipundak mereka. Fika memang tak merasakan
masa-masa remajanya seperti teman-temannya, namun dia tetap bahagia karena
meskipun berat perlahan ia akan sampai pada impiannya. Dua tahun berlalu tiba saatnya Fika naik ke
kelas dua belas dimana saat-saat itu adalah saat penentuan kelulusan, Fika
selalu mencuri-curi waktu untuk belajar meski hanya lima sampai sepuluh menit
saja untuk membaca buku. Fika memang tak berharap untuk bisa melanjutkan ke
perguruan tinggi karena itu hanyalah hal yang mustahil untuk dia, pikirnya.
Hari ujianpun tiba, Fika dengan
sungguh-sungguh mengerjakan soal demi soal dan sambil terus berdoa agar selalu
diberi kemudahan oleh Allah. Hingga hari terakhir ujianpun terlewati, tinggal
harap-harap cemas apakah dia lulus ataupun tidak. Waktu dia habiskan untuk
membantu orang tuanya hingga tak terasa hari pengumuman ujian pun tiba, syukur alhamdulillah Fika lulus dan beberapa hari kemudian akan
melaksanakan wisuda.
Di hari wisuda Fika terlihat sangat
cantik meski dia hanya tampil sederhana, tanpa disangka-sangka Fika ternyata
menjadi wisudawan terbaik.
Betapa bahagia oh hati orang tua Fika,
bagai diberikan anugerah yang luar biasa. Fika dan orang tuanya sangat bahagia,
namun tersimpan pula kesedihan yang mendalam di hati Fika karena meski dia
menjadi wisudawan terbaik namun harapannya untuk bisa kuliah harus pupus karena
keadaaan ekonomi keluarganya yang tidak mendukung.
Suatu hari saat membantu ayahnya
memilih barang bekas, tak sengaja Fika melihat ada informasi beasiswa untuk
kuliah dan itu membuat Fika bangkit untuk mewujudkan mimpinya untuk bisa
kuliah. Fika mengutarakan niatnya kepada orang tuanya, awalnya orang tua Fika
tidak setuju dan bahkan Fika juga digunjingkan para tetangganya akan niatnya
untuk kuliah.
“Dasar
anak nggak tahu diri, dia pengen kuliah. Apa dia nggak liat keadaan orang tuanya dasar anak yang nggak
pernah ngaca.”
Ujar salah seorang tetangga.
Ucapan para tetangganya hanya dia
dengar, namun akhirnya orang tua Fika menyetujui niat Fika itu. Lalu
Fika mendaftar untuk masuk perguruan tinggi dengan jalur tanpa tes. Pada hari
pengumuman Fika mengajak orang tuanya ke warnet untuk melihat pengumumannya,
tetapi hasilnya mengecewakan Fika tidak diterima. Namun tidak sampai disitu
saja Fika akhirnya mendaftar lagi untuk jalur tes dan alhamdulillah dia diterima. Tetapi dia dihadapkan dengan permasalahan
baru, yakni beasiswanya
baru akan didapat setelah dia kuliah
satu tahun. Bahagia sekaligus sedih tetapi bagaimana lagi memang itulah hidup
yang tak pernah bisa ditebak. Tapi Fika
bahagia sekali karena Fika telah mencapai harapannya
untuk menjadi seorang mahasiswa. Akhirnya untuk membayar uang kuliahnya orang
tua Fika berhutang lagi dan
untuk melunasinya Fika bekerja juga sambil kuliah dan bahkan sang kakak juga
ikut membantu untuk mencicil hutangnya begitu pula dengan orang tua Fika.
Setahun berlalu namun hutang mereka
untuk biaya kuliah Fika belum lunas jua, tapi yang membahagiakan adalah
beasiswa Fika sudah turun di tahun kedua ini, itu akan sedikit membantu.
Mulai
semester ini Fika sudah mulai fokus untuk kuliah dan berharap hasilnya akan
memuaskan.
Setiap semester nilai Fika selalu naik
dan naik. Mungkin
itu adalah buah ketekunannya. Hasil memang tidak pernah menghianati usaha
begitulah kata pepatah. Dulu
para tetangga yang selalu mencerca Fika dapat melihat hasilnya, yakni Fika mampu menjadi seorang
mahasiswa seperti apa yang diharapkannya. Tak
lagi para tetangganya mengejek Fika tetapi malah justru kebalikannya. Meski
begitu Fika tetap saja memulung di pasar untuk membantu ayahnya dan bahkan
hampir semua orang di pasar mengenal Fika. Tetap rendah hati dan rendah diri
itulah sosok Fika dia tak pernah kufur terhadap nikmat yang diberikan Allah
padanya.
Akhirnya Fika lulus juga dan akan
wisuda dengan indeks prestasi kumulatif yang tidak sedikit, yakni cumlaude. Pada hari wisudanya tanpa di duga
ternyata video keseharian Fika di tayangkan dan itu membuat semua orang terharu
biri. Sosok inspiratif yang patut kita contoh, bahkan Fika juga mendapatkan
beasiswa untuk melanjutkan S2 nya. Sungguh berkah yang tak di sangka oleh Fika
dan keluarganya. Ingatlah tiada yang tidak mungkin di dunia ini, semua akan terjadi
jika Tuhan menghendaki. Tetapi
janganlah takut untuk bermimpi karena kesuksesan berawal dari sebuah mimpi.
Dengan mimpi kita akan berusaha untuk mewujudkan mimpi kita itu entah apapun
halangan dan rintangannya dalam menggapai mimpi itu akan kita lalui untuk bisa
menggapai mimpi itu. DARE TO DREAM and DARE TO SUCCESS.
Disetiap
kesuksesan seorang anak akan selalu ada orang tua hebat dan keluarga hebat di
belakangnya. Cinta tanpa batas yang tak perlu berbalas adalah cinta kasih dari
keluarga.
Indah Sari, S.Pd
Guru Bahasa Indonesia